Sunday, May 11, 2014

SUARA ORANG CURANG

oleh : Oesman Doblank

MUARA kecurangan berpusat di rumah. Rumah yang dihuni oleh keluarga yang iman tak melekat di jiwa, membuahkan suara curang dan dari sana bermunculan masalah. Sebab kepusingan seorang ayah tak hanya memikirkan isteri dan anak anaknya, yang karena kebutuhan lebih banyak menuntut dan meminta, tanpa memberikan kontribusi yang selaras dengan kebenaran dan kebaikan seperti yang diajarkan oleh agama
Kepusingan ayah jadi berlipat ganda, karena kepribadiannya yang rapuh pun tak sebatas tidak memiliki kemampuan untuk memberi arah. Sebab, langkahnya sendiri pun tak saja salah arah, tapi sekaligus salah kaprah. Rumah pun tak pernah jadi rumahku istanaku. Tapi hanya jadi halte untuk sekedar lepas lelah dan lepas kepenatan lantaran capek dalam mengumbar hawa nafsu

Ketika rumah hanya dijadikan tempat untuk membangun kepribadian yang keliru, maka yang memuai dan atau yang menggelembung secara berbarengan, bukan kondisi yang dipenuhi budaya saling hormat dan saling menghargai, tapi situasi yang mencerminkan masing masing pribadi menikmati dan melampiaskan hawa nafsu pribadi dan tak hanya kerap dilakukan dengan mengerhkan emosi, tapi juga ambisi untuk menikmati hidup yang dikira hanya dipenuhi oleh kepuasan. 

Ketika semua penghuni meninggalkan rumah, ayah memang berangkat ke kantor dengan alasan untuk mencari nafkah. Tapi sesungguhnya, yang kemudian dicari bukan sekedar nafkah untuk keluarga tapi juga nafkah untuk memenuhi kebutuhan pribadi yang berlebih. Tak heran jika akhirnya malah ahli dalam hal mengembangkan kecurangan secara lebih berdimensi. Kecurangan yang tak hanya merugikan diri sendiri tapi juga merugikan masyarakat, dan berdampak terjadinya kerusakan di sebuah negeri

Mengapa? Karena untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya yang jadi berlebih sang ayah tak segan untuk melakukan korupsi. Sebab sang ayah malah sangat sadar jika hanya mengandalkan gajinya saja , sebelum diterima sudah dikalkulasi tak pernah mencukupi. Kebutuhan dirinya, isteri dan anaknya tak berhenti dikebutuhan primer. Tapi juga meluas pada kebutuhan skunder dan kebutuhan spontan yang tak berujung lantaran aneka kebutuhan dipenuhi berdasarkan tumbuh dan berkembang sesuatu yang dianggap sedang trendy yang harus diikuti dan wajib dipenuhi

Itu sebabnya sang ayah korupsi. Sebab, dirinya sendiri harus memberi hadiah mobil mewah ke wanita idaman lain dan koleganya yang saling melancarkan jalan untuk meraih posisi. Pun kemewahan lain yang juga harus dipenuhi, karena untuk memuaskan hawa nafsu pribadinya, tak lagi menyadari bahwa sesungguhnya sudah cukup hidup bersama isteri dan anak anak tercinta.

Tapi, karena kebersamaan di rumah bersama keluarga tak pernah saling berbagi kasih sayang dan cinta berdasarkan kebenaran dan kebaikan yang sesuai dengan ajaran agama, maka yang kemudian tercipta hanya suasana asing meski tahu sesungguhnya mereka adalah keluarga, dan juga ingat saat menikah berdoa dan didoakan agar mampu membangun keluarga yang sakinah, mawahdah dan warohmah

Nyatanya? Isteri pun melakukan hal yang sama. Ikut lupa dengan tugasnya yang mestinya dengan sadar untuk saling membangun keharmonisan namun yang kemudian dilakukan malah membangun kepribadian yang dasarnya bukan ajaran agama tapi ajakan hawa nafsu yang tak berhenti menggeliat mengingat dunia lebih memancarkan kemilaunya yang indah tapi menjerumuskan dan bukan untuk kemilau dunia yang dari sisi lain, sesungguhnya menyiratkan kemaslahatan.

Lalu, bagaimana dengan nasib sang anak jika kedua orangtua lebih ikhlas mensuplai materi dan enggan memberi kasih sayang dan cinta karena sejak kecil sang anak dibiarkan dalam asuhan pembantunya? Semakin banyaknya jumlah remaja yang menjadi pecandu narkoba, boleh jadi disebabkan oleh fenomena yang akhir akhir ini semakin berkembang dan menjadi ciri khas di keseharian masyarakat kita. 

Meski begitu, mesti tetap percaya, bahwa suara kecurangan yang bermuara dan berasal dari rumah, akan cepat hilang jika dengan segenap kesadaran setiap keluarga berkenan untuk kembali ke jati diri masing masing dan kembali membangun suara kebenaran yang didalamnya terhimpun sejuta kebaikan, yang bila dimanfaatkan dengan sebaik baiknya, dapat mengubah itu semua 

Wednesday, April 30, 2014

PANTUN BUDAYA PUNGLI

Buat apa sih pakai bilang merasa bimBANG
Hidup ini, kan nyata dan bukan barangkaLI
Ngapain pak Gubernur ke jembatan timBANG
Buat membuktikan apakah di sana ada pungLI

Padahal waktu sidak tak pakai kemeja meRAH
Tapi kenakan ke meja putih dan tampil gaGAH
Itu sebabnya beliau berkata dengan maRAH
Sebab, di sana praktik pungli tidak diceGAH

Sidaknya tak ada hubungan dengan catatan si BOY
Sebab, pelaksanaan tugas juga perlu ke lapaNGAN
Marahnya bukan lantaran gubernur pejabat koBOY
Tapi agar budaya pungli tidak makin berkepanjaNGAN

Jika punya rencana untuk ceburkan diri ke kaLI
Yaa.. nggak usah ngajak orang yang masih waRAS
Jika pejabat publik tak mampu berantas pungLI
Nggak usah deh bilang siap laksanakan kerja keRAS

Bisa dimaklum kalau salahnya cuma sesekaLI
Kalau selalu salah pasti sudah kehilangan aKAL
Jika jembatan timbang tersemat budaya pungLI
Pasti aparat yang bertugas bermental naKAL

SUARA DI JEMBATAN TIMBANG

BIASANYA, suara yang terdengar di tiap jembatan timbang malah terlupakan. Tak heran jika yang kemudian terdengar cuma keluhan masyarakat, sebab di setiap jembatan timbang yang muncul ke permukaan bukan pendapatan daerah yang meningkat. Tapi malah senyap lantaran truk truk yang kelebihan beban, hanya dikenakan biaya yang besarnya tak setara dengan biaya denda dan sama sekali tak tercatat apalagi disetorkan ke kas negara.

Tapi di minggu silam, suara di jembatan timbang di kawasan Batang, Jawa Tengah, bukan berasal dari mesin truk. Juga bukan berasal dari petugas yang hanya senyum setelah menerima uang dari para knek, yang diperintahkan oleh supir untuk menyerahkan biaya pungli agar para petugas cukup duduk dalam bertugas tapi tanpa harus berdiri uang dari para knek gemar mendatangi.

Tentu saja suara dari jembatan timbanf di sana, menyejukkan. Khususnya, bagi masyarakat yang sudah muak dengan kelakuan petugas yang malah gemar memungut pungli timbang melaksanakan tugas dan tulus dalam mengabdi.

Suara di jembatan timbang yang dikumandangkan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ginanjar Pranowo, bukan suara seorang pejabat bergaya koboi. Tapi suara pemimpin daerah yang muak dengan kinerja aparatnya, yang menjadikan jembatan timbang sebagai sarana untuk mengumpulkan uang untuk pribadi dan bukan untuk kas daerah, yang membutuhkan biaya untuk membangun negeri.

Sang Gubernur, melihat dengan mata telanjang, para knek yang diutus sopir turun dari truk dan berlari menuju ke ruang petugas, dan setelah menyerahkan uang mulai sepuluh sampai tiga puluh ribu, kemudian kembali ke truknya untuk melanjutkan perjalanan, mengantar barang ke tempat tujuan, tanpa harus membayar denda, meski petugas tahu jika tonase barang yang diangkut melebihi batas.

Para supir lebh suka memberi pungli dan patugas pun dengan senang hati menikmati, karena jika memungut denda dan dicatat dengan rapi, uang yang dihasilkan harus di setor ke kas daerah.Sedangkan pungli yang jadi menu sehari hari, hasilnya dikumpulkan untuk dibagi tanpa melalaikan kebiasaan setor ke atasan, yang sangat sungguh sungguh dalam memberi intruksi alias merestui

Alhamulillah, Ginanjar berang. Sang Gubernur Jawa Tengah marah, karena dengan mata telanjang dia melihat dengan mata telanjang, kelakuan aparatnya yang bertindak mendzolimi diri sendiri dan begitu nikmat mengantongi uang pungli yang kemudian dinikmati untuk menghidupi anak isteri. 

Wajar jika Ginanjar marah, dan masyarakat justeru mendukung kemarahan sang Gubernur karena marah menyaksikan kedzoliman atau kecurangan yang dilakukan aparatnya, adalah marah terhadap perbuatan yang dilarang karena melanggar etika sebagai pegawai negeri dan melanggar undang undang, karena tugas PNS yang sudah digaji, adalah mengabdi dan bukan membudayakan pungli.

Tentu saja masyarakat mendukung tindakan sang gubernur Jawa Tengah, karena jika pungli tetap dibiarkan dan terus merajalela, hanya menghasilkan bencana karena moralitas aparat yang pasti harus disebut oknum, tak berpikir kalau jalan cepat rusak tak lain karena kebanyakan truk pengangkut barang kelebihan muatan. Dan gebrakan yang dilakukan Ginanjar bukan gebrakan pejabat koboi, tapi gebrakan pejabat yang ingin membangun aparat yang bersih dan berwibawa. Aparat yang bekrja demi rakyat.
Bukan aparat yang malah bangga menikmati hasil pungli. 

Tuesday, April 22, 2014

SUARA EDUKASI

oleh : Oesman Doblankta

KASUS yang terjadi di Jakarta Internasional School (JIS) bukan kasus pelecehan seksual tapi kasus kejahatan seksual. Begitu yang disimpulkan sehingga Jakarta Lawyer Club (JLC) yang pada  (22/4) membahas peristiwa yang terjadi di JIS, mencantumkan tajuk KEJAHATAN SEKSUAL DI JIS. 

Semua sepakat bahwa kejadian itu lebih layak disebut kejahatan seksual karena ada korban yang harus menanggung akibat dari sebuah kejahatan yang dilakukan oleh dua orang tersangka yang tak lain adalah karyawan yang bekerja di JIS 

Kasus ini dijadikan momen bagi Kemendikbud untuk introspeksi diri dan memperbaiki kinerjanya sehingga di masa yang akan datang, tak ada lagi sekolah berskala internasioanl yang beroperasi di Indonesia tanpamengantongi izin. Dan, JIS dinyatakan tak punya izin karena izin yang ada hanya untuk tingkat SD, SMP dan SMU. Sedangkan untuk TK dan PAUD tidak berizin.

Padahal, sudah berjalan tahunan dan jika itu berjalan dengan lancar serta aman, selain karena ada kenakalan dari pihak JIS yang berani melanggar peraturan di Indonesia, juga nampak jelas kelalaian Kemendikbud yang tidak memantau dan mengawasi JIS, entah karena terlebih dahulu percaya kalau sekolah yang berskala internaisonal itu hebat dan baik, atau karena selama ini ada saling pengertian yang mendalam dari pihak yang mestinya dengan ketat mengawasi dengan pihak yang wajib diawasi

Suara pendidikan di Indonesia yang selama ini tidak pernah jelas semakin ketahuan ketidak jelasannya setelah jatuh korban, dan apa yang terjadi di JIS membuat semua pihak menyadari, betapa pendidikan berskala interasioanal sesungguhnya tak beda dengan yang nasional.Bahkan, dengan yang lokal. Sebab, sekolah sebagai rumah kedua bagi anak anak, tak pernah menjadi arsitektur jiwa yang mampu membangun indahnya moralitas yang mestinya dimiliki oleh anak anak bangsa

Dari Jakarta Lawyers Club yang tampil khusus membahas kasus yang terjadi di JIS, juga disebutkan kalau pihak kepolisian harus bekerja cepat dan mengungkap kasus ini sampai ke akarnya. Sebab, patut diduga kalau ini bukan yang pertama kali, dan juga sangat mungkin kalau bukan cuma dua tersangka yang sudah ditangkap saja sebagai pelakunya

Jika memang Kemendikbud menganggap JIS telah sengaja melanggapat  peraturan karena berani membuka Taman Kanak Kanak tanpa izin operasional, tak keliru jika mencabut seluruh izin yang sudah dikeluarkan, mengingat keinternasionalan JIS malah memperlihatkan bahwa sekolah mahal bukan tempat ideal yang dapat menyelamatkan anak anak dari kejahatan seksual

Thursday, April 17, 2014

SUARA PARA PENIPU

SUARA kehidupan itu tak saja layak disebut sangat beraneka. Tapi juga sangat jamak jika dikatakan beraneka ragam. Meski begitu, teridentiifikasi menjadi tiga bagian. Pertama, disebut suara kebenaran, kedua adalah suara kemunafikan dan ketiga adalah suara keraguan

Dari ketiga jenis suara khas dalam kehidupan, yang lebih banyak dipergunakan adalah suara kemunafikan. Suara ini, tak saja disukai oleh banyak orang tapi juga kerap kali dan bahkan selalu dimanfaatkan. Dan yang paling kentara di saat musim kampanye tiba.

Jelang pemilu atau pilkada, kehadiran suara kemunafikan sangat mendominasi. Anehnya, meski diketahui bahwa yang disuarakan hanya sebatas kepalsuan tapi begitu banyak yang justeru berkenan mendengarkan. Bahkan, tak hanya sebatas berkenan mendengarkan. Tapi juga sampai berkenan mempercayai bahwa yang disuarakan bakal diwujud-nyatakan.

Namun, mereka yang semula berkenan mendengar dan meyakini, pada akhirnya menyadari bahwa suara yang pernah didengar begitu indah tak lebih dari sebuah kemunafikan yang nyata. Sebab, setelahnya malah sama sekali tak terbukti. Sebab, suara yang ketika kampanye diucapkan dengan lantang, dengan intonasi yang beraturan dan dengan irama yang menghanyutkan, tak satu pun yang direaliasasi.

Kalau pun kemudian terbukti, bukan realisasi dari suara yang pernah diucapkan agar rakyat memilih dirinya jadi petinggi. Tapi, bukti adanya kenyataan mereka ditangkap KPK karena diduga telah melakukan tindak pidana korupsi.

Suara para penipu tak saja ramai terdengar di jelang pemilu atawa pilkada. Tapi,juga kerap terekam oleh jutaan telinga, yang berangan angan mendapat rezeki nomplok. Dan, tanpa disadari akhirnya suara itu datang melalui seluler. Karena tak hanya santun dalam mengurai kata jadi kalimat, telinga dari orang orang yang berangan angan dapat rezeki nomplok, tak saja terbuai dan sangat menikmati indahnya informasi yang disampaikan. Tapi, sekaligus yakin bahwa yang disampaikan sesuai dengan yang diinginkan.

Dan, ketika akhirnya sampai ke kalimat terindah, Anda berhak atas hadiah bernilai puluhan juta rupiah atau anda menjadi pemenang undian berhadiah mobil berharga ratusan juta rupiah, info itu tak lagi dicerna apakah benar atau sebaliknya. Sebab, suara dengan tutur kata indah yang menyampaikan informasi yang isinya memang sedang dalam catatan angan angan, maka semua informasi yang mengandung intruksi agar segera mentransfer uang sekian juta untuk persyaratan, tanpa pikir panjang permintaan para penipu secepatnya dipenuhi.

Apa yang kemudian terjadi setelah dengan bergegas mentransfer sejumlah uang ke sebuah rekening atas nama orang yang hanya dikenal suaranya tapi sama sekali tak pernah melihat sosoknya?

Tentu saja rasa menyesal yang sangat mendalam, karena baru sadar kalau dirinya baru saja kena tipu alias baru saja jadi korban penipuan.

Jika tak pernah ingin menjadi korban penipuan, abaikan suara yang terdengar sangat indah dari orang yang sama sekali tak dikenal. Tentu saja tak sebatas suara indah yang menjanjikan hadiah. Tapi juga suara indah yang seolah olah tampil sebagai dewa penolong, karena tanpa diminta telah menghubungi dan menginformasikan bahwa salah satu keluarga kita berada di rumah sakit dan demi keselamatan harus segera mentransfer sejumlah uang untuk biaya rumah sakit.

Pun suara yang menyebutkan anak tertangkap polisi karena terlibat narkoba, dan orang di sebrang sana lantas mengintruksikan agar segera mentransfer sejumlah uang agar sang anak segera dibebaskan.

Terhadap suara suara indah, penuh pesona yang tiba tiba datang lewat seluler atau telepon rumah, sebaiknya tidak perlu digubris, karena itulah suara para penipu yang ingin memperdaya.

Monday, April 14, 2014

TIMBANG KALAH KOK STRESS

PEMILU yang berlangsung 9 April silam memang tak menghasilkan pemenang dengan perolehan suara yang membuat partai leluasa melenggang ke Pilpres tanpa menggandeng partner dari partai lain. Tak heran jika lobi lobi politik mulai digencarkan dan masing masing partai mencari partner agar perolehan suara untuk pencapresan terpenuhi.

Lobi politik yang dalam bahasa awan disebut politik celamitan, memang membuat elite partai tak malu malu kucing apalagi malu malu sapi, untuk menggaet partner. Sebab, Pilpres akan menjadi pertaruhan apakah partai yang sebelum pileg digadang gadang bakal sukses meraih 30 prosen suara tapi nyatanya yang tertinggi hanya 19 persenan (PDI-P), bisa meraih kekusaan atau setidaknya terlibat dalam kekuasaan dan sekaligus kebagian jabatan, atau jadi oposisi.

Memang membuat rakyat harus terharu. Sebab, pasca Pileg para politikus lebih sibuk memikirkan nasib partainya timbang nasib rakyatnya  Dan perjalanan mereka bersama aktivitas politiknya, lebih cenderung membiarkan rakyat memikirkan nasib dirinya karena dalam kondisi yang tercipta dari Pileg, para politikus lebih siap berjibaku demi kepentingan partai timbang yang lain

Tak heran jika mereka pun menelantarkan para calegnya yang stress karena gagal meraih kursi
Dan caleg stress yang sudah mengumumkan kestresannya, tentu saja cukup banyak. Di Sulawesi Selatan, misalnya, sang celeg stress langsung mengusir seorang yang membangun rumah di atas tanah milik sang caleg Padahal, sebelumnya malah berinisiatif mengijinkan agar konstituennya membangun rumah di tanah miliknya. Tapi, ketika tahu dan yakin dirinya tak berhasil alias gagal menjadi anggota dewan yang terhormat, spontan mengambil keputusan agar yang bersangkutan segera membongkar rumahnya.

Busyet..... Memang aneh kelakuan caleg yang ikut Pileg tanpa mempersiapkan mental yang paripurna. Tak heran, jika sang caleg jadi stress karena mimpinya mengikuti rapat paripurna di gedung dewan, tak bakalan kesampaian.

Dan, lain halnya dengan kisah yang terjadi di daerah Serang, Banten. Konon, lewat tim suksesnya yang diperintahkan untuk membagi amplop berisi uang lewat gerilya serangan fajar, sang Caleg yang hanya yakin bakal menang tapi tak berhitung bisa juga kalah, kembali mengintruksikan tim suksesnya untuk meminta kembali peluru berupa amplop berisi uang, namun dia tidak minta agar penerima amplop yang dianggap tidak loyal, mengembalikannya juga di waktu fajar.

Caleg stress ada di semua wilayah dan begitulah gambaran perpolitikan di Indonesia yang rupanya hanya lebih siap memenangkan pemilihan tapi sangat tidak siap menghadapi apalagi menerima kekalahan. Sungguh, mereka tidak punya rasa malu untuk meminta kembali uang atau barang yang telah diberikan, karena yang diinginkan kemenangan dan bukan kekalahan.

Para caleg stress juga tak punya keikhlasan dalam berpolitik. Sehingga yang dikonsep hanya cara menang dan sama sekali tidak membuat konsep bagaimana kalau faktanya kalah. Tak heran jika dengan nyinyir masyarakat berucap : " Timbang kalah kok stress "

Mengapa? Karena kalau mau stress., yaa pas mengetahui dirinya menang. Saat itu, jika stress sangat hebat. Sebab, stressnya pasti bakal merasa malu jika tidak bisa atau lalai melaksanakan tugas untuk berperan aktif dalam mensejahterakan masyarakat.

Monday, April 7, 2014

MENENTUKAN NASIB CALEG

oleh : Oesman Doblank

TAHUKAH anda siapa yang saat ini sedang ketir ketir dan rajin berdoa tapi doanya bukan memohon agar rakyat disejahterakan tapi meminta agar rakyat mencoblos gambarnya karena ingin status calegnya berubah menjadi anggota dewan yang terpilih.

Berarti, rakyat semakin diperhitungkan sebagai sosok yang diharapkan membantu para caleg untuk memilih dirinya. Karena rakyat dipandang sebagai sosok yang dapat menentukan nasib lewat pilihannya, tak heran jika para celeg mulai ketar ketir.Mulai deg deg plas, sebab kalau tenang jauh dari mungkin mengingat sejak masa pencalonan sampai masa kampanye berakhir, entah sudah berapa banyak biaya yang dihabiskan

Dan semua caleg rela menghabiskan biaya yang jumlahnya mulai dari ratusan jutabentuksampai milyaran, lantaran mereka punya keinginan dan jika terpilih secara resmi menjadi anggota dewan, yang kemudian secara resmi dipikirkan bukan menepati janji untuk mensejahterakan. Tapi, bagaimana bisa secepatnya mengembalikan uang yang sudah dihabiskan. Mengingat, uang yang digunakan bisa saja dari hasil ngutang dan harus segera dikemalikan, baik dalam bentuk dana segar maupun dalam bentuk proyek bernilai milyaran

Konpensasi mengganti atau membayar uang pinjaman lewat proyek yang diperjuangkan setelah jadi anggota dewan, bukan hal baru. Tapi, seperti jadi aktivitas berkesinambungan. Untuk itulah, persiapan dana untuk memenangkan diri sebagai caleg, tak hanya dipersiapkan sejak proses penentuan caleg sampai akhir masa kampanye. Tapi, juga disediakan dana untuk jelang pencoblosan.

Tak heran jika dalam pemilu selalu ada aktivitas serangan fajar.

Apakah anda ingin jadi penentu nasib para caleg dengan semangat menanti kedatangan tim sukses para caleg yang sudah merancang program serangan fajar dengan kehebatan masing masing dan kekuatan dana yang sudah disiapkan, agar setelah menyerang di waktu fajar, pemilih yang mendapat serangan fajar jadi hanya fokus ke caleg yang menyodorkan amplop berisi uang dan sembako atau dalam bentuk yang lain?

Sebagai penentu nasib yang kekuatan anda dibutuhkan sekali dalam lima tahun, sebagai penentu nasib para celeg yang ingin terpilih menjadi anggota dewan, yang berhak untuk menjawab atau menentukan tentu saja setiap pemilih. Akan mencoblos sesuai hati nurani atau sesuai dengan jumlah dana yang diterima saat di serang dalam operasi serangan fajar, bergantung pada kepribadian setiap pemilih yang 9 April akan berada di dalam bilik suara, dan sedikit repot karena harus memilih Partai, DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI atau DPD

Semua tentu saja terserah anda. Yang jelas di 9 April 2014, kita semua ditetapkan sebagai pemilih yang menentukan nasib para caleg, yang siap melupakan janjinya setelah terpilih dan siap menjadi penghuni rumah sakit jiwa, karena tak kuat menanggung beban mental setelah mengetahui dirinya tak dipilih oleh rakyat


Friday, March 28, 2014

PANTUN JADILAH DERMAWAN

oleh : Oesman Doblank

Biarlah orang lain berebut jadi sengkuNI
Tapi diam diam kita terbang ke aWAN
Siapapun yang berpihak pada hati nuraNI
Mudah baginya menjadi seorang dermaWAN

Kalau cuma sekedar sakit sariaWAN
Nggak usahlah repot repot pergi ke dokTER
Siapa saja yang berminat menjadi dermaWAN
Ngelihat orang susah otomatis langsung gemeTAR

Pasalnya, berhati nurani jiwa tak pernah membaTU
Jadi, lihat duka orang pasti ikut merasa sengsaRA
Pasalnya, tiap lihat orang susah mauya membanTU
Pas lihat orang senang tentu saja ikut gembiRA

Betapa enak melihat semangat para sukarelaWAN
Berada di daerah bencana malah siap kerja keRAS
Nggak susah kok membangun jiwa jadi dermaWAN
Malah, pola pikir mengutamakan siap kerja keRAS

Manakala pesawat ke angkasa pasti melintas aWAN
Di pesawat, penumpang bijak membangun gagaSAN
Mari kita wujudkan kebaikan dengan menjadi dermaWAN
Yang setiap saat membantu orang lain dengan keikhlaSAN

Friday, March 21, 2014

KEPINGIN MENGABDI

oleh : Oesman

Ketika ABU LUWES menyampaikan niatnya, kedua orangtuanya kontan tercengang. Sebab, mereka sudah menyiapkan program mengantar Abu Luwes ke rumah kakek untuk menikmati liburan. Untung saja, ayah dan ibu Luwes bukanlah tipikal orangtua yang tak menggubris hasrat anak. Karena mereka menggubris, setelah menarik nafas, baik sang ayah maupun sang ibu, dengan cukup hati hati bertanya kepada Abu Luwes, untuk apa dia merubah acara liburan ke rumah nenek, dan apa untungnya jika dia memanfaatkan waktu liburnya untuk bergabung dengan rekan rekannya yang ingin menjadi suksrelawan ke daerah bencana
Abu Luwes dengan sikap tenang menjelaskan, dia tertarik untuk menjadi anggota sukarelawan karena selain ingin mengetahui seperti apa duka nestapa para pengungsi banjir yang sudah berhari hari tinggal di pengungsian, dan bagaimana apresiasi mereka terhadap dirinya dan kawan kawan, yang sengaja datang dan siap menginap di tenda tenda pengungsian, dengan niat utama membantu meringankan beban para korban banjir di pengungsian, dan selama di sana Abu Luwes tak hanya siap menyumbangkan pakaian bekas layak pakai, sejumput makanan dan yang tak kalah penting adalah tenaga dan pikiran, yang siap diaplikasikan saat mereka tinggal bersama dengan para korban banjir di tenda tenda yang dijadikan untuk tinggap selama rumah mereka masih direndam air.
"Sadarkah jika yang kamu lakukan, membuat kamu tidak konsisten dengan janji dan atas apa yang akan kamu lakukan, kakek dan nenek bisa kecewa, dan mereka bisa marah karena tak suka pada cucunya yang tiba tiba berubah dari anak baik menjadi anak yang mulai berani mengingkari janji," tanya mereka.
Namun, betapa terkejutnya kedua orangtua Abu Luwes, setelah putra mereka menjelaskan, rencana ini berubah karena dirinya dan nenek sudah sepakat, dan nenek malah mendorong agar rencana Abu Luwes dilaksanakan sedangkan soal liburan atau berkunjung ke rumah nenek bisa dilakukan kapan saja.
Karena tidak percaya, sang ibu bergegas mengambil hand phone dan menghubungi ibunya. Selain untuk mengkonfirmasi apakah yang dikatakan Abu Luwes benar, sang ibunda juga ingin menanyakan ke ibunya (neneknya Abu Luwes) mengapa malah mensupport cucunya untuk menjadi sukarelawan yang dampaknya malah pergi dan menginap di lokasi pengungsian, sedangkan rencana semula liburan di rumah nenek.
Dari ujung sana, Abu Luwes jelas mendengar suara neneknya, yang malah mentertawakan anaknya dan setelah itu beliau menjelaskan, bahwa apa yang dilakukan oleh cucunya sangat baik dan karena Abu Luwes memiliki kepekaan sosial dan hasratnya yang ingin mengabdi dengan tulus, sudah barang tentu harus didukung dan bukan malah dikungkung.
"Memangnya, kamu mau punya anak yang tak memiliki kepedulian sosial? Jika mau, yaa aku akan meminta kepada cucuku untuk membatalkan niatnya. Cuma, kamu nanti jangan kecewa, jika anakmu justeru tumbuh dan berkembang menjadi anak yang tidak memiliki kepekaan apapun. Dan juga jangan kaget, bila akhirnya dia memilih bergaul di lingkungan yang malah merusak masa depannya.Kamu tau, kan, apa yang bakal terjadi jika cucuku, akhirnya bergaul dengan anak anak yang suka merokok, nongkrong tidak keruan dan akhirnya akrab dengan pergaulan bebas ?"
Kedua orangtua Abu Luwes terhenyak.
Meski begitu, mereka akhirnya sepakat untuk mengijinkan putranya berangkat ke pengungsian, agar keinginan anaknya yang kepingin belajar mengabdi untuk lingkungan, berjalan dengan baik dan lancar. Malah, kedua orangtuanya sepakat untuk membekali Abu Luwes dengan aneka macam bawaan yang diwanti wanti agar sesampai di sana segera disumbangkan kepada para korban banjir yang di kemah pengungsian, memang membutuhkan uluran tangan dari siapa saja yang berjiwa dermawan




Thursday, March 20, 2014

SUARA KITA SANGAT BERARTI

oleh : Oesman 

         APRIL sudah tinggal menghitung hari dan seolah sudah benar benar di pelupuk mata. Kita tak tau apa yang akan terjadi, dan apakah partai atau para kadernya yang lewat Pemilu 9 April 2014 terpilih, akan beda dari hasil Pemilu 2009. Jika sama saja, tentu saja tak perlu terlalu kecewa. Sebab, partai politik memang bekerja bukan untuk seluruh rakyat Indonesia, tapi sebatas untuk kelompok, golongan dan partai semata.  
         Dan, sejak era reformasi tentu saja tak saja terasa tapi juga sangat kentara. Sebab, perubahaperin Indonesia ke era refor masi, bukan menciptakan sebuah perubahan yang membuat rakyat sejahtera. Tapi sebatas perubahan orang yang berkuasa. Dan perubahan pemimpin dari Soeharto ke Presiden lainnya hingga akhirnya Indonesia dinakhodai oleh Susilo Bambang Yudhoyono, tak banyak memberi arti karena yang justru menonjol bukan budaya memperbaiki diri dan juga bukan budaya ikhlas membela kepentingan rakyat. Melainkan  budaya korupsi.
          Budaya korupsi malah tak juga dilenyapkan tapi malah dibiarkan berkembang, dan KPK tak akan pernah bisa memberantas sampai ke titik nol, jika hukuman untuk para koruptor tidak membuat calon koruptor, mengurungkan niatnya untukkorupsi.
            Ringannya hukuman yang dijatuhkan untuk para koruptor, tidak bakalan menimbulkan efek jera tapi justeru dianggap tak ada apa apanya, karena jika diperhitungkan, jika seorang pejabat yang penghasilannya mencapai delapan puluh juta per bulan, dia malah rela dihukum lima tahun jika berhasil mencuri uang negara ratusan milyar.
            Mengapa? Karena jika dia tetap bekerja selama lima tahun, uang yang diperolehnya hanya mencapai Rp 80 juta x 12 bulan  x 5 tahun atau sebesar Rp. 4,8 Milyar. Karena hukumannya ringan, maka pastilah pilihan jatuh ke lebih baik korupsi  puluhan milyar, dan tinggal di penjara lima tahun di kurangii. Setelahnya, merasa bisa menikmati hidup enak karena uang hasil korupsi yang diperolehnya bisa menjadikan dirinya sebagai pengusaha.
            Begitulah kondisi yang tercipta, dan semua itu jadi realita karena kita telah memilih sosok yang tidak pandai melaksanakan amanah. Saat butuh suara kita, mereka berjanji akan memprioritaskan kesejahteraan rakyat. Tapi setelah duduk di gedung dewan dan statusnya resmi sebagai anggota DPR, yang dikonkritkan oleh mereka bukan mensejahterakan rakyat. Tapi mensejahterakan diri sendiri, dan kelompoknya
             Akankah di 9 April mendatang, setiap individu mampu memberikan suaranya ke sosok yang benar benar hanya sanggup melaksanakan amanah? Sepertinya, sulit sekali menjawab pertanyaan ini. Sebab, begitu banyak wajah lama (anggota DPR / DPRD priode silam) yang kembali merasa siap bertarung untuk mendulang suara rakyat, karena mereka tak bisa meninggalkan kursi empuk dengan begitu seja dan untuk itulah mereka kembali bertarung. Setidaknya, jika kembali berhasil, selama lima tahnn bisa oncang oncang kaki, karena budaya di gedung dewan, saat rapat komisi atau rapat paripurna, boleh tidur dan boleh tidak hadir. 
             Apa yang akan dilakukan oleh setiap pemilih agar setiap suara yang sangat berarti untuk mengubah wajah negeri ini, benar benar memberi banyak manfaat untuk kesejahteraan rakyat ? Jawabannya, ada di hati nurani masing masing.